-->

Ekstraksi atau Stasiun Gilingan Stasiun Gilingan (Ekstraction Station) Sumber: aljabarsquad.com Dalam setiap proses pengolahan tebu menjadi ...
Daftar Isi [Tampil]

    Ekstraksi atau Stasiun Gilingan


    Stasiun Gilingan (Ekstraction Station)
    Sumber: aljabarsquad.com


    Dalam setiap proses pengolahan tebu menjadi gula, tahap selanjutnya setelah dilakukan pemilihan terhadap tebu yang akan diolah adalah proses ekstraksi yaitu pemisahan nira dari serabut-serabut tebu tersebut.

    Pengambilan nira atau ekstraksi pada pabrik gula dari batang tebu dilakukan dengan cara pemerahan menggunakan gilingan. Stasiun gilingan (ekstraksi) ini berfungsi sebagai tempat pemisahan dan pemerahan nira dari ampasnya untuk mendapatkan kadar sukrosa semaksimal dan seefisien mungkin (kadar sabut < 16% tebu). 

    Tebu yang masuk ke stasiun gilingan adalah tebu-tebu yang telah lolos seleksi/telah melewati pemeriksaan-pemeriksaan sebelumnya. Tebu yang akan digiling harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 

    1. Tebu telah cukup umur dan masak 

    2. Bersih dari kotoran, yaitu daun kering, tebu kering, akar, pucuk, tanah, dan dari tebu muda. Kotoran yang ada tidak boleh melebihi 5%. 

    3. Tebu harus dalam keadaan segar, maksudnya adalah jangka waktu antara waktu tebang sampai giling tidak boleh lebih dari 48 jam. Jika lebih dari 48 jam, tebu akan busuk. 


    Setiap pabrik gula memiliki unit gilingan yang berbeda-beda sesuai dengan design pabrik gula tersebut. Unit gilingan (unit ekstraksi) pada stasiun gilingan pabrik gula digerakkan oleh turbine yang menggunakan tenaga uap (steam) yang bertekanan 1.960 kPa. Kecepatan putar turbin pada masing-masing unit gilingan adalah 5.500 rpm. Unit gilingan ini disusun seri. Masing-masing unit gilingan terdiri dari tiga buah silinder (rol) yaitu rol depan, rol atas, dan rol belakang. Pada permukaan tiap gilingan terdapat alur-alur agar gilingan tidak selip dan nira mentah mudah mengalir sehingga pemerahan dapat berjalan dengan baik dan continoue.

    Rol-rol gilingan digerakkan oleh mesin uap dengan roda-roda bergigi sehingga rol yang di atas berputar dengan arah yang berlawanan dengan rol yang berada di bawah. Dengan gerakan ini maka tebu ditarik oleh rol depan dan kemudian diperah, selanjutnya melewati rol belakang untuk diperah lagi dan kemudian dikeluarkan. Nira yang jatuh melewati rol bawah akan disaring dengn menggunakan saringan getar (vibrating screen) untuk memisahkannya dari ampas yang masih ada. Nira yang dihasilkan diamati kadar brix dan polnya serta disaring dengan saringan DSM (Drum Separator Motor) untuk memisahkan ampas halus dan kotoran kasar yang tercampur dalam nira. 

    Pada tiap unit gilingan, tebu akan mengalami pemerahan sebanyak dua kali, yaitu antara rol depan dengan rol atas dan antara rol belakang dengan rol atas. Ampas yang keluar dari unit gilingan I digiling lagi pada unit gilingan II lalu ke unit gilingan III dan seterusnya. 

    Unit gilingan I hingga IV memiliki konstruksi sama yaitu berupa silinder / rol dengan permukaan yang memiliki alur bergerigi. Keempat gilingan ini hanya berbeda pada setelan rolnya saja. Unit gilingan disetel makin rapat pada gilingan-gilingan akhir, hal ini dimaksudkan agar pemerahan nira dapat dilakukan semaksimal mungkin. Di bawah masing-masing unit gilingan ada yang disebut dengan trash plate (pelat ampas), yang berguna untuk menahan dan menekan ampas agar pemasukan umpan pada rol berikutnya mudah serta untuk mencegah bercampurnya ampas dengan nira yang telah diperah. 

    Pemerasan serta tebu dapat ditingkatkan dengan tekanan hidrolik yang diberikan pada rol bagian atas. Cara ini memiliki banyak keterbatasan yaitu: 

    a. Memerlukan daya dan energi yang besar untuk menggerakkan gilingan. 

    b. Memerlukan peralatan yang berat dan mahal dalam pengoperasian dan pemeliharaannya. 

    c. Tidak dapat mengekstraksi nira secara sempurna, disebabkan kamampuan bagasse (ampas tebu) menyerap nira sangat kuat. Bagasse ini memiliki kemampuan menyerap cairan 5-10 kali beratnya. 


    1. Unit Gilingan I (Pertama)

    Tebu yang sudah berupa serat-serat halus diumpankan memasuki unit gilingan I dengan bantuan feeding roller untuk diperas dan diambil niranya. Hasil dari unit ini berupa Nira Perahan Pertama (NPP) dan ampas gilingan I. NPP dihitung brix dan polnya untuk mengetahui kualitas perahan tebu sehingga rendemennya dapat dihitung. Ampas gilingan I dibawa oleh intermediate carrier untuk dijadikan umpan pada unit gilingan II. Ampas gilingan I yang telah dicampur dengan nira perahan gilingan III disebut nira imbibisi (sap imbibisi).


    2. Unit Gilingan II  (Kedua)

    Nira imbibisi (sap imbibisi) gilingan I dicampur dengan nira perahan gilingan III diperas kembali di unit gilingan II. Hasil perahan unit gilingan II ini disebut Nira Perahan Lanjutan (NPL). Nira mentah (pH 5,4 – 5,6) merupakan campuran dari NPP dan NPL. Nira mentah ini kemudian akan masuk ke dalam stasiun pemurnian untuk diolah lebih lanjut. 


    3. Unit Gilingan III  (Ketiga)

    Ampas keluaran gilingan II dicampur dengan nira keluaran unit gilingan IV (sapimbibisi) dijadikan umpan pada unit gilingan III. Hasil perahan unit gilingan III disebut nira gilingan III yang digunakan sebagai nira imbibisi (sap imbibisi) pada unit gilingan II. 


    4. Unit Gilingan IV (Keempat)  

    Umpan pada unit gilingan IV adalah ampas unit gilingan III yang ditambah air imbibisi (25 % dari jumlah tebu yang digiling). Air imbibisi yang ditambahkan harus memiliki temperatur 60oC agar dapat melarutkan sukrosa yang terkadung di dalam ampas tanpa menyebabkan sukrosa tereduksi menjadi glukosa dan fruktosa (karena pada temperatur tinggi sukrosa akan tereduksi menjadi glukosa dan fruktosa). Tujuan pemberian air imbibisi ini adalah untuk melarutkan kandungan sukrosa yang masih terdapat dalam ampas tebu sehingga dapat dihasilkan ampas dengan kandungan sukrosa yang sesedikit mungkin dan nira sebanyak-banyaknya. Cara pemberiannya adalah dengan menyemprotkan air pada ampas melalui pipa-pipa yang berlubang dan dipasang sepanjang rol gilingan. Pengeluaran air imbibisi diatur dengan flowmeter.

    Hasil dari gilingan IV yaitu nira imbibisi (sap imbibisi) digunakan sebagai umpan pada gilingan IV, sedangkan ampas keluarannya (40% tebu) digunakan sebagai: 

    1. Bahan bakar pembangkit boiler, Ampas keluaran gilingan IV dikeringkan kemudian dijadikan bahan bakar boiler, ampas ini dapat digunakan karena mempunyai nilai kalori yang cukup tinggi (Sekitar 1.800 kkal/kg). 

    2. Media pertumbuhan jamur yang baik. 

    3. Bahan baku pembuatan kertas. 

    Roling 1 sd 4


    5. Air Imbibisi   

    Dalam sistem pemerahan, air imbibisi hanya diberikan pada ampas yang akan masuk ke gilingan terakhir (gilingan IV) untuk selanjutnya nira yang diperoleh digunakan sebagai imibisi pada ampas yang akan masuk pada gilingan III. Demikian pula pada hasil perahan gilingan III yang menjadi nira imbibisi pada gilingan II.  Sistem imbibisi ini lebih baik dari cara imbibisi yang lain, karena sistem ini memanfaatkan nira dengan konsentrasi rendah sebagai imbibisi. Dalam hal ini, air nira tersebut dimanfaatkan sebagai pengencer nira yang ada dalam ampas gilingan yang bersangkutan. Sehingga beban penguapan tidak begitu berat.   

    Menggunakan air imbibisi dengan temperatur  50oC. Keadaan ini dipilih  karena temperatur tidak terlalu panas sehingga lapisan lilin tebu tidak meleleh yang dapat mengakibatkan slip pada rol-rol gilingan. Suhu air imbibisi inipun tidak terlalu dingin sehingga pemerahan nira berjalan maksimal. Pengaruh temperatur air imbibisi harus diperhitungkan dengan baik karena semakin tinggi temperatur air imbibisi maka akan semakin banyak nira yang terambil. Hal ini menyebabkan sel tebu mati, sel permeabilitas tebu hilang, jumlah kotoran yang larut juga bertambah sehingga akan menyebabkan kerusakan sukrosa.   

    Jumlah air imbibisi juga akan berpengaruh pada proses. Jika air imbibisi besar maka akan semakin baik, namun beban penguapan akan semakin besar. Oleh karena itu perlu diperhitungkan penambahan air maksimal agar kerja badan penguapan tidak terlalu besar. Penambahan air imbibisi adalah sekitar 15-16% berat tebu. 


    6. Sanitasi Gilingan   

    Tujuan dari sanitasi gilingan adalah mencegah atau memperkecil aktivitas mikroba yang merupakan faktor utama kerusakan nira serta menekan pH nira rendah, karena dalam keadaan ini nira tebu bisa mengalami inversi.


    Proses sanitasi gilingan ini dilakukan beberapa cara, yaitu dengan penambahan: 

    a. Pemberian susu kapur 

    Apabila dilihat dari disinfektan yang diberikan pada nira yang keluar dari tiap unit gilingan, jumlah yang diberikan berkisar antara 4-7 ppm tebu. Penambahan ini juga dilakukan untuk mencegah terjadi perubahan yang drastis pada pH nira sehingga tidak merusak keadaannya. 

    b. Penyemprotan atau pemberian air panas pada setiap aliran jalannya nira. 


    Reff: Berbagai Sumber tentang pabrik gula

    DMCA.com Protection Status
    Bantu Apresiasi Bantu berikan apresiasi jika artikelnya dirasa bermanfaat agar penulis lebih semangat lagi membuat artikel bermanfaat lainnya. Terima kasih.
    Donasi
    Hallo sobat Alwepo, Anda dapat memberikan suport kepada kami agar lebih semangat dengan cara dibawah ini.

    Dana : 085XXXXXXXXX
    PAYPAL : Alwepo
    Done